Tugas Kelompok
PERANSURANSIAN DAN PENGATURANNYA
OLEH:
Kelompok II
NAMA:
1. Liska Dewiana Nasution 3103311032 B
2. Destaria Ginting 31033110 A
3. Fera Damayani Hutasoit 31033110 A
4. Pimasita Andriana Simangunsong 3103311044 B
5. Astika Nanda Naibaho 31033110 B
6. Petrus H.H Saragi 31033110 A
KELAS : Ekstensi
2010
MATA KULIAH :
Hukum Dagang
JURUSAN : PP-Kn
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah Studi Masyarakat Indonesia ini dengan baik.
Makalah ini diharapkan mampu membantu penulis dalam memperdalam mata
kuliah Hukum Dagang dalam kegiatan belajar. Selain itu, makalah ini diharapkan agar
dapat menjadi bacaan para pembaca agar menjadi warga negara yang baik dan
bertanggung jawab karena materi ini disajikan mengarah pada terbentuknya
masyarakat Indonesia hukum berdasarkan Pancasila yang berpengaruh terhadap kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Oleh karena itu,, makalah ini diharapkan agar bangsa Indonesia
memiliki sikap yang kritis terhadap situasi dan kondisi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang selalu berubah.
Penulis berterima kasih
kepada orang tua penulis yang memberikan motivasi baik berupa matreiil maupun
moriil kepada penulis, tidak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
Dosen Pengampu yaitu Ibu Sri Hadiningrum dan kepada semua pihak yang
sedikit banyaknya telah terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari masih
banyak sekali terdapat kesalahan dalam pembuatan makalah ini. Penulis
mengharapkan saran dan kritikan terhadap makalah ini yang bersifat membangun
agar makalah selanjutnya dapat menjadi lebih baik. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.
Medan, Maret 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Resiko dimasa datang dapat terjadi terhadap
kehidupan sesorang misalnya kematian, sakit atau resiko dipecat dari
pekerjaannya. Dalam dunia bisnis resiko yang dihadapi dapat berupa resiko
kerugian akibat kebakaran, kerusakan atau kehilangan atau resiko lainnya. Oleh
karena itu setiap resiko yang akan dihadapi harus ditanggulangi sehingga tidak
menimbulkan kerugian yang lebih besar lagi.
Untuk mengurasngi resiko yang tidak
diinginkan dimasa yang akan datnag, seperti resiko kehilangan, resiko
kebakaran, resiko macetnya pinjaman kredit bank atau resiko laiinnya, maka
diprlukan perusahaan yang mau menanggung rediko tersebut. Adalah perusahaan
asuransi yang mau menanggung resiko yang bakal dihadapi nasabahnya baik
perorangan maupun badan usaha. Hal ini disebabkan perusahaan asuransi merupakan
perusahaan yang melakukan usaha pertanggung jawaban terhadap resiko yang akan
dihadapi oleh nasabahnya. Oleh karenanya, makalh ini membahas tentang
peransuransian berikut pengaturannya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana terjadinya suatu perjanjian asuransi?
2.
Bagaimanakah polis sebagai bukti transaksi?
3.
Apa sajakah yang termasuk dalam syarat sah perjanjian
asuransi menurut KUHD?
C.
Tujuan Masalah
Adapun yang
menjadi tujuan masalah dari makalh ini adalah agar kita mengetahui dan memahami
dan bisa kita realisasikan dalam kehidupan kita sehari-hari yakni bagaimana
suatu perjanjian itu terjadi, bagaimana kedudukan polis sebagai bukti
transaksi, dan apa saja syarat sah perjanjian asuransi menurut Kitab
Undang-undang Hukum Dagang.
BAB II
PEMBAHASAN
F. Terjadinya
Perjanjian Asuransi
Untuk menyatakan kapan perjanjian
asuransi yang dibuat oleh tertanggung dan penanggung itu terjadi dan mengikat
kedua pihak yaitu:
1.
Teori tawar-menawar dan teori penerimaan
Teori tawar-menawar (bargaining
thoery). Menurut teori ini, setiap perjanjian hanya akan terjadi antara kedua
belah pihak apabila penawaran (offer) dari pihak yang satu dihadapkan dengan
penerimaan (acceptance) oleh pihak yang lainnya dan sebaliknya. Keunggulan
toeri tawar-menawar adalah kepastian hukum yang diciptakan berdasarkan
kesepakatan yang dicapai oleh kedua pihak dalam asuransi antara tertanggung dan
penanggung.
Teori penerimaan (acceptance
theory). Dalam hukum Belanda, teori ini disebut ontvangst theorie mengenai saat
kapan perjanjian asuransi terjadi dan mengikat tertanggung dan penanggung,
tidak ada ketentuan umum dalam undang-undang perasuransian, yang ada hanya
persetujuan kehendak antara pihak-pihak (pasal 1320 KUH Perdata). Menurut teori
penerimaan, perjanjian asuransi terjadi dan mengikat pihak-pihak pada saat
penawaran sungguh-sungguh diterima oleh tertanggung. Atas nota persetujuan ini
kemudian dibuatkan akta perjanjian asuransi oleh penanggung yang disebut polis
asuransi.
2.
Perjanjian asuransi yang telah terjadi harus dibuat secara
tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis (pasal 255 KUHD). Polis ini
merupakan satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi
telah terjadi. Untuk mengatasi kesulitan jika terjadi sesuatu setelah
perjanjian namun belum sempat dibuatkan polisnya atau walaupun sudah dibuatkan
atau belum ditandatangi atau sudah di tandatangi tetapi belum diserahkan kepada
tertanggung kemudian terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian tertanggung.
Pada pasal 257 KUHD memberi ketegasan, walaupun belum dibuatkan polis, asuransi
sudah terjadi sejak tercapai kesepakatan antara tertanggung dan. Sehingga hak
dan kewajiban tertanggung dan penanggung timbul sejak terjadi kesepakatan
berdasarkan nota persetujuan. Bila bukti tertulis sudah ada barulah dapat digunakan
alat bukti biasa yang diatur dalam hukum acara perdata. Ketentuan ini yang
dimaksud oleh pasal 258 ayat (1) KUHD.
3.
Pembuktian syarat/janji khusus asuransi
Syarat-syarat khusus yang dimaksud
dalam pasal 258 KUHD adalah mengenai esensi inti isi perjanjian yang telah
dibuat itu, terutama mengenai realisasi hak dan kewajiban tertanggung dan
penanggung seperti: penyebab timbul kerugian (evenemen); sifat kerugian yang
menjadi beban penanggung; pembayaran premi oleh tertanggung; dan
klausula-klausula tertentu.
G. Polis Bukti
Asuransi
1.
Fungsi Polis
Sebagai
alat bukti tertulis yang menyatakan bahwa telah terjadi perjanjian asuransi
antara tertanggung dan penanggung, sebagai alat bukti tertulis, isi yang
tercantum dalam polis harus jelas, juga memuat kesepakatan mengenai
syarat-syarat khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban.
2.
Isi Polis
Menurut
ketentuan Pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa, harus
memuat syarat-syarat khusus yakni 1) Hari dan tanggal pembuatan perjanjian
asuransi; 2) Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau untuk pihak ketiga;
3)Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan; 4)
Jumlah yang diasuransikan; 5) Bahaya-bahaya/evenemen yang ditanggung oleh
penanggung; 6) Saat bahaya/evenemen
mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung; 7) Premi
asuransi; 8) Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan
segala janji-janji khusus yang diadakan oleh para pihak; 9) Semua keadaan dan syarat-syarat khusus.
3.
Jenis Polis
Adapun jenis-jenis polis yaitu: 1) Polis maskapai; 2)
Polis bursa; 3) Polis lioyds; 4) Polis perjalanan dan; 5) Polis waktu.
4.
Klausula Polis
Yaitu meliputi klausula premier risque, all risks, sudah
diketahui (all seen), renunsiasi (renunciatin) dan klausula free particular
average (FPA).
5.
Pembuatan dan
Penyerahan Polis
Menurut ketentuan Pasal 259 KUHD, apabila asuransi
diadakan langsung antara tertanggung dan penanggung, maka polis harus
ditandatangani dan diserahkan oleh penanggung dalam 24 jam setelah permintaan,
kecuali apabila karena ketentuan undang-undang ditentukan tenggang waktu yang
lebih lama. Berdasarkan ketentuan ini, maka pembuat polis adlah penganggung
atas permintaan tertanggung. Penanggung menandatangani polis tersebut, setelah iyu segera diserahkan
kepada tetanggung. Pembenrtukan polis oleh penanggung sesuai denmgan fungsi
polis sebagai bukti tertulis bagi kepentingan tertanggung.
H. Asuransi
untuk Kepentingan Pihak Ketiga
Asuransi
yang diadakan untuk kepentingan pihak ketiga harus secara tegas dinyatakan
dalam polis. Pernyataan tegas tersebut perlu, mengingat akibat hukum yang
tercantum dalam Pasal 267 KUHD yang menentukan, apabila dalam polis tidak tidak
ditegaskan bahwa asuransi itu diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, maka
tertanggung dianggap telah mengadaklab asuransi untuk diri sendiri.
I. Kewajiban
dan Pemberitahuan
1. Syarat Sah
Asuransi menurut KUHD.
Syarat-syarat sah suatu perjanjian diatur dalam
Pasal 1320 KUHpdt. Menurut ketentuan Pasal tersebut, ada 4 (empat) syarat sah
suatu perjanjian, yaitu kesepakatan para pihak, kewenangan berbuat, objek
tertentu, dan kausa yang halal. Syarat yang diatur dalam KUHD adalah kewajiban
pemberitahuan yang diatur dalam Pasal 251 KUHD:
ü Kesepakatan
(consensus)
Tertanggung
dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi. Kesepakatan tersebut
pada pokoknya meliputi: Benda
yang menjadi objek asuransi, Pengalihan
risiko dan pembayaran premi., Evenemen
dan ganti kerugian, Syarat-syarat
khusus asuransi, dan Dibuat
secara tertulis yang disebut polis.
Pengadaan perjanjian antara tertanggung dan
penanggung dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung.
Dilakukan secara langsung artinya kedua belah pihak mengadakan perjanjian
asuransi tanpa melalui perantara. Dilakukan secara tidak langsung artimya kedua
belah pihak mengadakan perjanjian asuransi melalui jasa perantara. Penggunaan
jasa perantara memang dibolehkan menurut undang-undang. Dalam Pasal 260 KUHD
ditentukan, apabila asuransi diadakan dengan perantaraan seorang makelar maka
polis yang sudah ditandatangani harus diserahkan dalam waktu 8 (delapan hari
setelah perjanjian dibuat. Dalam pasal 5 huruf (a) undang-undang No. 2 Tahun
1992 ditentukan, perusahaan pialang Asuransi dapat menyelenggarakan usaha
dengan bertindak mewakili tertanggung dalam rangka transaksi yang berkaitan
dengan kontrak asuransi. Perantara dalam KUHD disebut makelar, dalam
Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 disebut Pialang. Kesepakatan antara
tertanggung dan penanggung itu dibuat secara bebas, artinya tidak berada di
bawah pengaruh, tekanan, atau paksaan pihak tertentu. Kedua belah pihak sepakat
menentukan syarat-syarat perjanjian asuransi sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang No.2
Tahun 1992 ditentukan bahwa penutupan asuransi atas objek asuransi harus
didasarkan pada kebebasan memilih penanggung kecuali bagi program Asuransi
Sosial. Ketentuan ini dimaksud untuk melindungi hak tertanggung agar dapat
secara bebas memilih perusahaan asuransi sebagai penanggungnya. Hal ini
dipandang perlu mengingat tertanggung adalah pihak yang paling berkepentingan
atas objek yang diasuransikan, jadi sudah sewajarnya apabila mereka secara
bebas tanpa pengaruh dan tekanan dari pihak manapun dalam menentukan
penanggungnya.
ü Kewenangan
(authority)
Kedua
pihak tertanggung dan penanggung wenang melakukan perbuatan hukum yang diakui
oleh undang-undang. Kewenangan berbuat tersebut ada yang bersifat subjektif dan
ada yang bersifat objektif. Kewenangan subjektif artinya kedua pihak sudah
dewasa, sehat ingatan, tidak berada di bawah perwakilan (trusteeship), dan
pemegang kuasa yang sah. Kewenangan objektif artinya tertanggung mempunyai
hubungan sah dengan benda objek asuransi karena benda tersebut adalah kekayaan
milknya sendiri. Sedangkan penanggung adalah pihak yang sah mewakili Perusahaan
Asuransi berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan. Apabila asuransi yang diadakan
itu untuk kepentingan pihak ketiga maka tertanggung yang mengadakan asuransi
itu mendapat kuasa atau pembenaran dari pihak ketiga yang bersangkutan. Kewenangan pihak
tertanggung dan penanggung tersebut tidak hanya dalam rangka mengadakan
perjanjian asuransi, melaikan juga dalam hubungan internal di lingkungan
Perusahaan Asuransi bagi penanggung, dan hubungan dengan pihak ketiga bagi
tertanggung, misalnya jual beli objek asuransi, asuransi untuk kepentingan
pihak ketiga. Dalam hubungan dengan perkara asuransi di muka pengadilan, pihka
tertanggung dan penanggung adalah berwenang untuk bertindak mewakili
kepentingan pribadinya atau kepentingan Perusahaan Asuransi.
ü Objek
Tertentu (fixed object)
Objek
tertentu dalam Perjanjian Asuransi adalah objek yang diasuransikan, dapat
berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan dapat
pula berupa jiwa atau raga manusia. Objek tertentu berupa harta kekayaan dan
kepentingan yang melekat pada harta kekayaan terdapat pada Perjanjian Asuransi
kerugian sedangkan objek tertentu berupa jiwa atau raga manusia terdapat pada
Perjanjian Asuransi jiwa. Pengertian objek tertentu adalah bahwa identitas
objek asuransi tersebut harus jelas. Apabila berupa harta kekayaan, harta
kekayaan apa, berapa jumlah dan ukurannya dimana letaknya, apa mereknya, butan
mana, berapa nilainya dan sebagainya. Apabila berupa jiwa atau raga atas nama
siapa, berapa umumnya, apa hubungan keluarganya, di mana alamatnya, dan
sebagainya. Karena
yang mengasuransikan objek itu adalah tertanggung, maka dia harus mempunyai
hubungan langsung atau tidak langsung dengan objek asuransi itu. Dikatakan ada
hubungan langsung apabila tertanggung memiliki sendiri harta kekayaan, jiwa
atau raga yang menjadi objek asuransi. Dikatakan ada hubungan tidak langsung
apabila tertanggung hanya mempunyai kepentingan atas objek asuransi.
Tertanggung harus dapat membuktikan bahwa dia adalah sebagai pemilik atau
mempunyai kepentigan atas objek asuransi.
ü Kausa
yang Halal (legal cause)
Kausa
yang halal maksudnya adalah isi perjanjian asuransi itu tidak dilarang
undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak
bertentangan dengan kesusilaan. Contoh asuransi yang berkuasa tidak halal
adalah mengasuransikan benda yang dilarang undang-undang untuk diperdagangkan,
mengasuransikan benda tetapi tertanggung tidak mempunyai kepentingan, jadi
hanya spekulai yang sama dengan perjudian. Asuransi bukan perjudian dan
pertaruhan.
Berdasarkan
kausa yang halal itu, tujuan yang hendak dicapai oleh tertanggung dan
penanggung adalah beralihnya risiko atas objek asuransi yang diimbangi dengan
pembayaran premi. Jadi kedua belah pihak berprestasi tertanggung membayar
premi, penanggung menerima peralihan risiko atas objek asuransi. Jika premi
dibayar, maka risiko beralih. Jika premi tidak dibayar, risiko tidak beralih.
ü Pemberitahuan
(notification)
Tertanggung
wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai keadaan objek asuransi.
Kewajiban ini dilakukan pada saat mengadakan asuransi. Apabila tertanggung
lalai, maka akibat hukumnya asuransi batal. Menurut ketentuan Pasal 251 KUHD,
semua pemberitahuan yang salah, atau tidak benar, atau penyembunyian keadaan yang
diketahui oleh tertanggung tentang objek asuransi, mengakibatkan asuransi itu
batal. Kewajiban pemberitahuan itu berlaku juga apabila setelah diadakan
asuransi terjadi pemberatan risiko atas objek asuransi.
Kewajiban
pemberitahuan Pasal 251 KUHD tidak bergantung pada ada itikad baik atau tidak
dari tertanggung. Pabila tertanggung keliru memberitahukan, tanpa kesengajaan,
juga mengakibatkan batalnya asuransi, kecuali jika tertanggung dan penanggung
telah memperjanjikan lain. Biasanya perjanjian seperti ini dinyatakan dengan
tegas dalam polis dengan klausa ”sudah diketahui”.
2.
Pemberitahuan Upaya Pencegahan Kerugian
Selain
pasal 251 KUHD, ada lagi pasal-pasal yang mengatur tebntang kewajiban
pemberitahuan dari tertanggung, yaitu Pasal 283 KUHD. Namun, pasal ini tidak
mengancam dengan kebatalan, tetapai dengan membayar uang kerugian bagi
tertanggung yang lalai. Pasal ini dityujukan kepada peristiwa yang mengancam
benda asuransi, kemungkinan besar akan terjadi atau sudah mulai terjadi.
Makna
Pasal 283 KUHD ini adalah jika dalam usaha tertanggung ityu mengeluarkan biaya,
dia harus memberitahukan kepada penanggung dan penanggung akan mengganti biaya
yang telah dikeluarkan oleh tertanggung meskipun jumlah kerugian yang
ditanggung ditambah dengan biaya yang telah dikeluarkan itu melebihi jumlah yang diasuransikan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Terjadinya
perjanjian asuransi yakni: 1) Teori tawar menawar dan teori penerimaan; 2)
Asuransi bersifat tertulis ; dan 3)
Pembuktian syarat/janji khusus asuransi.
2. Perjanjian asuransi yang telah
terjadi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis
(pasal 255 KUHD). Polis ini merupakan satu-satunya alat bukti tertulis untuk
membuktikan bahwa asuransi telah terjadi.
3. Klausula polis
meliputi klausula premier risque, klausula all
risks, klausula sudah diketahui (all seen), klausula renunsiasi (renunciatin) dan klausula free particular
average (FPA).
4.
Syarat
yang diatur dalam KUHD adalah kewajiban pemberitahuan yang diatur dalam pasal
251 KUHD yaitu: a) Kesepakatan
(consensus); b) Kewenangan
(authority); c) Objek
Tertentu (fixed object); d) Kausa yang Halal
(legal cause); dan e) Pemberitahuan
(notification).
B.
Saran
Saran penulis adalah diharapkan dengan adanya perusahaan
peransuransian, masyarakat memanfaatkan segala fasilitas yang ada. Jangan
perusahaan tinggal perusahaan tanpa ada yang menggunakan perusahaan tersebut.
Saran lain adalah bahwa masyarakat harus mengetahui dan mengerti
pengaturan-pengaturan yang berkaitan dengan asuransi supaya tidak menimbulkan
kerugian antara kedua belah pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Kansil, C.S.T, 2001, Hukum
Perusahaan Indonesia, Bagian 1, Jakarta: Pradana Paramita.
Kansil, C.S.T, 2001, Hukum Perusahaan Indonesia, Bagian 2, Jakarta: Pradana Paramita.
Muhammad, Abdulkadir, 2002, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Kansil, C.S.T, 2001, Hukum Perusahaan Indonesia, Bagian 2, Jakarta: Pradana Paramita.
Muhammad, Abdulkadir, 2002, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Prakoso, DJoko dan I Ketut Murtika,
1987, Hukum Asuransi Indonesia, Cetakan Pertama, Jakarta: PT. Bina Aksara.
Sri Redjeki, 1992. Hukum Asuransi
dan Perusahaan Asuransi, Edisi Pertama, Jakarta: Sinar Grafika.
Casino & Hotel Las Vegas - Mapyro
BalasHapusHotel Details · 인천광역 출장안마 Hotel Details · Casino Lobby & Lounge · Mapyro · 양산 출장마사지 Casino Floor 공주 출장샵 Map & Floor 광양 출장샵 Plans · 충청남도 출장안마 Mapyro · Casino Floor Plans.